Begini Cara Mendidik Anak Ketika Meninggalkan Shalat

Sahabat Ummi, masalah anak yang tidak mau menjalankan shalat saat usianya sudah cukup besar itu sebenarnya perlu diwaspadai. Orangtua perlu ‘nyesek’ hatinya saat ia kurang berhasil untuk memberikan panutan, nasehatnya diabaikan atau diacuhkan anak, bahkan perkataannya tidak dituruti tentang satu hal yang benar-benar menjadi tiang agama, yakni menjalankan shalat lima waktu. Bukan malah sebaliknya, menganggap hal itu biasa-biasa saja, dan menunggu anak akan sadar sendiri saat dewasa. Saat dewasa? Sudah sangat terlambat, karena orangtua mulai dihitung ‘dosanya’, saat tak bisa ‘membuat anaknya bersujud pada pemilik kehidupan’.


Sebenarnya sejak anak masih balita, saat itulah yang paling tepat untuk diajarkan shalat. Anak adalah peniru yang ulung, maka seyogyanya orangtualah sebagai model tiruannya. Di sekolah taman kanak-kanak yang berbasis Islam, biasanya anak sudah diajari cara sholat berikut doa-doanya, maka hal itu saat tertepat orangtua untuk melanjutkannya. Sangat disayangkan potensi besar saat anak bisa mengerti mengenai keutamaan shalat sejak dini disia-siakan begitu saja, dan meninggalkan estafet yang kosong.

Perintah untuk mengajari anak menjalankan shalat sudah sangat jelas, saat Rasulullah SAW secara khusus memberikan pengarahan pada para orangtua untuk tidak mengabaikan satu hal ini, karena selain menyangkut keimanan anak, hal ini tentu menyangkut pahala dan dosa orangtua diakherat kelak.

Abu Daud (no. 495) dan Ahmad (6650) telah meriwayatkan dari Amr bin Syu'aib, dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

"Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka." (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Irwa'u Ghalil, no. 247).

Bahkan Ibnu Qudamah secara khusus bicara dalam kitab Al-Mughni (1/357) mengatakan jika perintah dan pengajaran mengenaia shalat ini berlaku bagi anak-anak agar mereka terbiasa melakukan shalat dan tidak meninggalkannya saat sudah baligh atau dewasa.

Pernyataan Rasulullah yang diperkuat oleh Ibnu Qudamah ini memang bukan tanpa alasan. As-Subki bahkan berkata jika perkara kebolehan pemukulan terhadap anak saat ia berusia 10 tahun yang mengingkari menjalankan shalat ini semata-mata jika perkara shalat ini adalah karena shalat merupakan perkara wajib. Jika perkara pemukulan ini hanya semata-mata untuk mendidik dan kebaikan mereka, mengapa tidak dilakukan? Hal ini agar anak-anak terbiasa menjalankan shalat lima waktu (dan tahu jika itu kewajiban yang tak bisa ditawar-tawar lagi).

Bukan hanya soal shalat lima waktu, muslim sejak dini harus diberi pengajaran mengenai puasa ramadhan, sedekah, membaca Al Qur’an juga soal-soal akhidah akhlak sederhana sesuai usia mereka. Tugas itu memang sebaiknya dilakukan orangtua sebagai garda terdepan dalam menggiring akhlak anak.

Lalu, pukulan itu apa benar harus dilaksanakan, secara ketidaktegaan sering membayangi orangtua? Menurut hemat penulis, pukulan itu alternative terakhir dilakukan secara verbal oleh orangtua yang anaknya membangkang tak mau melakukan shalat, setelah diberi contoh dan nasehat berkali-kali. Rasulullah perintahkan atau lebih tepat menyarankan pada para orangtua untuk ‘memukul’ anak saat mereka berusia 10 tahun  enggan melaksanan shalat. Hal ini dikarenakan shalat merupakan salah satu bukti paling mendasar jika seorang muslim itu menghamba Allah SWT.

Tugas terberat sebenarnya ada dipundak orangtuanya, agar bisa menggiring anak untuk melakukan shalat lima waktu sedini mungkin tanpa merasa terpaksa dan terbebani, dan tidak perlu memukul sampai umur mereka 10 tahun. Sebenarnya bukan hal yang sulit bagi orangtua jika mengerti kiat-kiat bagaimana bisa mengajak anak menjalankan shalat lima waktu itu.

Hal yang paling sederhana adalah factor panutan. Orangtua yang melakukan shalat secara rutin bahkan  anak-anak melihat hal tersebut sejak mereka bayi, maka mereka akan merekam aktivitas itu sebagai sesuatu rutinitas yang harus dilakukan, tak bisa ditawar-tawar. Saya sering meletakkan anak-anak saat mereka bayi disajadah tempat saya shalat saat tak ada yang menjaga mereka. Hal ini selain untuk menjaga mereka dari hal yang membahayakan saat ditinggal shalat, juga sebagai sarana pengajaran mereka jika shalat itu memang hal yang biasa mereka lihat dan (seharusnya) biasa pula mereka lakukan. Disamping itu sejak dini orangtua selalu mengajak anak bersama-sama melakukan shalat lima waktu, atau menyuruh mereka shalat jamaah di masjid. Selalu pantau anak saat mereka bermain, undang mereka untuk segera shalat saat waktunya tiba. Matikan TV, mintalah gadget atau hape dan lain sebagainya saat harus mengerjakan shalat. Teguhlah hati jika mereka menangis atau merajuk, karena ini hal utama yang harus dilakukan.

Selain itu tekankan pada anak jika fungsi shalat adalah mencegah keburukan, agar dicintai Allah, mendapatkan banyak pahala dan merupakan hal yang tak bisa ditawar-tawar atau pilihan untuk mengerjakannya. Nasehat ini perlu diulang-ulang sekaligus memberi contoh padanya. Bahkan jika anak terlupa mengerjakanpun, anak diberi tahu jika kewajiban itu tak gugur. Ia harus mengerjakan saat ia ingat shalat yang ditinggalkan. Ini sebagai bukti jika perkara shalat lima waktu bukan hal yang main-main.

Bagaimana jika benar-benar anak membangkang melakukan shalat? Bagaimana adab pukulan yang dibolehkan? Apa sembarang pukulan hingga terkesan menganiaya anak?

Syekh Ibn Baz rahimahullah berkata, "Perhatikanlah keluarga dan jangan lalai dari mereka wahai hamba Allah. Hendaknya kalian bersungguh-sungguh untuk kebaikan mereka. Perintahkan putera puteri kalian untuk melakukan shalat saat berusia tujuh tahun, pukullah mereka saat berusia sepuluh tahun dengan pukulan yang ringan yang dapat mendorong mereka untuk taat kepada Allah dan membiasakan mereka menunaikan shalat pada waktunya agar mereka istiqomah di jalan Allah dan mengenal yang haq sebagaimana hal itu dijelaskan dari riwayat shahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam."

Pukulan itu adalah hanya sekedar untuk pengajaran dengan pukulan ringan tak boleh membuat ruam atau lecet, tak boleh melebihi dari 10 pukulan, pukulan itu tak boleh pada muka dan kepala.  Pukulan itu juga harus ada manfaatnya bukan asal membuat anak takut dan menjerit atau menangis. Juga tak diperkenankan dengan menggunakan benda-benda dalam pemukulan itu yang bisa melukai secara fisik.

Seharusnya hanya sebagai pengajaran saja, tidak menimbulkan rasa benci anak dan malah tak mau menjalankan lagi shalat, karena setiap lalai kena pukulan. Dan sebaiknya tak dilakukan didepan teman-temannya yang menimbulkan efek malu dan rendah diri.

Untuk itu sahabat ummi, berbijaklah dalam mengajari anak menjalankan shalat lima waktu. Memukul secara fisik  sebagai alternative terakhir jika memang benar-benar anak tak mau mendengarkan nasehat orangtua mengenai hal ini, dan sebagai upaya pengajaran pada mereka jika perkara shalat itu bukan perkara main-main. Mari berbijak dalam memberi pendidikan akhlak pada anak, Andalah yang paling tahu mana yang lebih baik diterapkan pada mereka. Dan jangan sepelekan masalah ini, karena ternyata anak shaleh yang tak henti mendoakan orangtuanya saat mereka shalat adalah asset pahala untuk kita yang tak lekang oleh waktu, meski kita telah berkalang tanah sekalipun.

Referensi: dari berbagai sumber

Foto ilustrasi: google

sumber : http://www.ummi-online.com/begini-cara-mendidik-anak-ketika-meninggalkan-shalat.html

Subscribe to receive free email updates: